SIKAP


Cerita ini terjadi pada sebuah sabtu malam. Memang tidak berinteraksi secara langsung tapi ada sebuah media komunikasi yang akhirnya menghubungkan kita dan timbullah cerita ini. Teman saya seorang muda yang pintar, kreatif, dan masih mempunyai semangat berkarya yang luar biasa, entah sekedar iseng-iseng atau memang sengaja atau apalah alasannya, malam itu dia pergi ke sebuah cafe di daerah kemang. Saya pikir dia pergi ke cafe itu untuk sekedar makan sambil ngobrol dengan temanya, tetapi ternyata tidak, setelah saya tanya ternyata dia ngobrol sambil minum beer. Setelah tahu itu kemudian saya tanyakan hal yang sebenarnya sudah bisa saya tebak jawabannya. Saya tanya, “Are you smoker?” dan dia menjawab, “Yes, i’am smoker. Tapi gak parah kok, jarang-jarang aja, sebungkus bisa buat dua hari.” Tepat! Meski dia bilang jarang tapi itu sesuai prediksi saya.

Obrolan diatas berlanjut dengan kalimat-kalimat omelan saya. Sampai berakhirnya pun saya masih ngomel. Kenapa saya ngomel? Karena menurut saya dia masih muda, pintar, kreatif, dan masih penuh semangat untuk menciptakan hal-hal baru, tapi terkadang waktu senggangnya dia pakai untuk melakukan sebuah kebiasaan yang menurut saya akan merugikan dia.

Okelah ngebeernya jarang seperti yang dia katakan, tapi beer ya beer, titik. Okelah merokoknya cuma jarang dan satu bungkus dia habiskan dua hari, untuk ukuran perokok memang itu bisa dibilang jarang. Tapi mau satu batang ataupun satu bungkus, rokok ya rokok, titik. Jangan pernah ada excuse untuk hal itu. Alasan jarang hanyalah sebuah alasan untuk meng-excuse kebiasaan itu. Dari excuse-excuse itulah akan timbul kebiasaan yang lebih, dan kembali akan diexcuse dengan alasan baru lagi, tujuannya ya biar tetap bisa melakukan kebiasaan buruk itu tadi. Sama saja seperti halnya mencuri, mau mencuri sandal atau mencuri mobil, mencuri ya mencuri, tetap saja dosa, titik. Kalau mencuri sandal dan diexcuse dengan kalimat, “kan cuman sandal,” apa tidak ada kemungkinan dia akan mencuri barang yang lebih berharga lagi? Sama saja ketika kita melakukan kesalahan, kemudian kita mengexcusenya dengan kalimat, “Ah, namanya juga manusia, pasti punya kesalahan.” Okey kita manusia punya kesalahan, tapi dari excuse-excuse yang seperti itu maka kesalahan tadi bukan akan diperbaiki, tapi justru bisa diulangi karena diciptakan excuse yang menurutnya akan menyelamatkan kesalahannya itu.

Teman saya tadi juga bilang bahwa kebiasaannya itu adalah efek dari habit lingkungannya sehari-hari. Okelah itu habit, itu kebiasaan yang lingkungannya lakukan, tapi bukankah seharusnya ada sikap yng dipakai untuk menyikapi habit itu. Apa kalau tidak mengikuti habit akan dimusuhi? Apa kalau tidak mengikuti habit-habit itu kemudian dibilang tidak gaul? Apakah dengan ngebeer dan merokok bisa membuatnya cepat dikenal? NO, harusnya dia tahu dia itu pintar, dan dia sangat kreatif, dari dua faktor itu saja sudah bisa membuatnya dikenal banyak orang. Dalam sebuah habit ada pilihan, memilih ikut kebiasaan atau memilih bersikap untuk tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan tanpa harus meninggalkan lingkungan itu.

Mau sedahsyat apapun pengaruh habitnya, tapi kalau ada sebuah sistem sikap dalam pribadinya maka dia tidak akan jatuh dan larut mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang kurang bagus itu. Yang disayangkan adalah kita anak-anak muda masih jarang menerapkan sikap itu tadi, makanya banyak pemuda yang masuk penjara atau masuk tempat rehabilitasi. Dan itu sangat disayangkan.

Muda, pintar, kreatif, penuh semangat, dan sehat. Bukankah itu sebuah kondisi yang akan menguntungkan? Banyak yang akan diuntungkan dengan kondisi itu, dari rumah, lingkungan sekitar, tempat kerja, bahkan sampai negara, semua akan diuntungkan oleh kondisi itu. Sehat bukan perkara ada waktu atau tidak ada waktu untuk melakukannya. Sehat berawal dari niat. Setengah jam dari 24 jam yang kita punya sehari, cukup kok untuk baca artikel tentang hidup sehat. Tiga hari dari satu minggu bisa kok diatur waktunya untuk sekedar olahraga ringan. So, semua kembali ke niat. Dari niat maka kita akan memilih. Memilih sebuah tindakan yang tidak akan merugikan. Memilih sebuah sikap yang akan menguntungkan. Sikap yang menentang sebuah kebiasaan buruk sebuah lingkungan, tanpa harus meninggalkan orang-orang yang ada di dalam lingkungan tersebut.

 

TUHAN memberkati.

About bayyudwisusanto


2 responses to “SIKAP

Tinggalkan Balasan ke @aprieJ Batalkan balasan